BERBAKTILAH ENGKAU KEPADA SESAMA INSAN
" Berbaktilah Engkau Kepada Sesama Insan " Kunjungi Website kami di: www.silat-beksi.com

13 May 2009

Legenda Silat-Si Jampang

Legenda Si Jampang Jawara Betawi

Rumah besar yang berada dipunggung sebuah bukit kecil menjulang tinggi. Bukit itu disebut Gunung Kepuh. Rumah itu merupakan sebuah perguruan bela diri yang terkenal seantero betawi. Pemimpin dari perguruan itu bernama Ki Samad (Shomad). ia seorang jawara yang terkenal dan sulit dicari tandingannya. Pak Samad atau Ki Samad mempunyai dua murid kesayangan yang bernama Jampang dan Sarba. Kedua pemuda itu kononnya selain gagah dan tampan, juga mempunyai ilmu silat yang tinggi dan tangguh.Setelah sekian lama Jampang dan sarba menuntut ilmu. Tibalah waktunya mereka untuk kembali ke kampung halaman masing-masing. Inti ringkasan dari nasehat Ki Samad yang selalu mereka ingat adalah “Harus berhati-hati menggunakan ilmunya. Jangan sampai di amalkan di jalan yang salah “. 
Di tengah perjalanan Jampang dan Sarba mampir di sebuah warung nasi. Disana melihat Gabus dan Subro, dua orang anak buah Juragan Saud (Gan Saud), seorang tuan tanah. Dua orang ini suka berbuat semena-mena, selalu berbuat onar dan pada waktu itu mereka makan spesial di warung itu, tapi mereka tak mau membayarnya.

Jampang dan Sarba pun tak mau tinggal diam. Mereka menghadapi centeng-centeng yang sombong itu. Gabus dan Subro merasa terkejut melihat ada dua orang pemuda yang berani menghalangi tindakan mereka. Selama ini setiap orang selalu takut dan tunduk kepada mereka.

Mereka meremehkan Jampang dan Sarba. Saat terjadi pertarungan, mereka kena batunya ternyata Jampang dan Sarba bukanlah orang biasa. Disinilah nama Jampang dan Sarba menjadi terkenal. Kedua centeng itu dibuat kewalahan, dan mereka berhasil kabur membawa dendam yang membara.

Konon ceritanya setelah menangani kedua tokoh itu, Jampang dan Sarba berpisah menuju kampung halamannya masing-masing. Dikampungnya, Jampang mengajarkan ilmu pengetahuan silatnya ke santri-santri Haji Baasyir. Salah satu ucapan beliau, “Sebagai seorang Muslim, kita tidak boleh lemah. Kita harus kuat agar bisa membela diri dan melindungi orang yang lemah dari para penjahat”.

Haji Baasyir sangat menyukai pemuda yang bersemangat seperti Jampang. Suatu hari, ia memberi tugas kepada Jampang untuk mengantarkan sebuah surat ke adik seperguran H. Baasyir yang bernama Haji Hasan yang tinggal di Kebayoran.

Jampang seorang sayang dan patuh ke H. Baasyir dan menerima tugas itu dengan senang hati.
Selepas dzuhur, Jampang telah berada di daerah Kebayoran dan melihat serombongan pejabat sedang mengontrol daerah kekuasaan mereka. Para penduduk yang berada di pinggir jalan menunduk seraya memberi hormat layaknya seorang raja jaman dahulu memberi hormat.
Jampang merasa kesal. Untuk apa mereka memberi hormat seperti itu. “Sekarang bukan jamannya raja-raja. Setiap manusia mempunyai kedudukan yang sama di hadapan Tuhan. Jadi apa perlunya memberi hormat seperti itu. Kekesalannya membuat tekad di hati dan pikirannya untuk membela dan berjuang hak-hak rakyat kecil.

Saat Jampang sedang di dekat aliran sungai, ia mendengar suara seorang wanita menjerit meminta pertolongan. Tampak dimatanya dia melihat seorang laki laki kasar sedang hendak berbuat senonoh kepada seorang wanita yang baru selesai mandi. Laki-laki bejat ini bernama Kepeng, anak buah Si Jabrig, jawara daerah itu. dan Gadis itu bernama Siti putri Pak Sudin.
Dia pun marah dan menolong wanita tersebut. Pertarungan sengit tak bisa dielakkan. Dengan kesaktiannya Jampang berhasil mengalahkan Kepeng.

Jampang mengantar Siti ke rumahnya. Lalu Pak Sudin orang tua Siti mengantar beliau ke rumah Pak Haji Hasan untuk mengantarkan sebuah surat titipan Haji Baasyir ke Haji Hasan.
Ternyata surat itu berisi anjuran agar Haji Hasan menyuruh agar anak-anak muda asuhan beliau untuk belajar ilmu beladiri. Dengan demikian mereka mampu menjaga keamanan di daerahnya. Memang kala itu tanah-tanah di pinggir kota betawi sering tidak aman. Dan Jampang mendapat tugas untuk melatih para pemuda itu.

Jampang pun melakukan tugasnya dengan baik. Dididiknya para pemuda dengan sungguh-sunguh. Kehadiran Jampang di daerah itu membuat Jabrig dan anak buahnya merasa tidak aman dan berniat menyingkirkan beliau.

Namun, Jampang bukan pemuda sembarangan. Ia adalah jebolan perguruan silat Gunung Kepuh. Gebrakan Jabrig dancurkann anak buahnya tidak berarti apa-apa. Ia bahkan mampu menghancurkan gerombolan itu. Keadaan kampung pun menjadi aman.
Hancurnya gerombolan Si Jabrig membuat tugas Jampang selesai. Ia pun segera pamit untuk kembali ke kampung halamannya. Hal ini membuat nama Jampang kembali terkenal karena kehebatannya.

Setibanya dikampung, sebuah fitnah menanti. Sebuah fitnah yang dibuat Subro dan Gabus yang menyatakan bahwa Jampang telah mencuri dua ekor kerbau milik Juragan Saud. Mereka yang pernah dikalahkan jampang ternyata masih merasa dendam dan mereka ingin menjebloskan Jampang ke penjara dengan cara melaporkan Jampang ke pihak kepolisian.
Jampang tahu bahwa ini adalah sebuah Jebakan. Beliau menghadap Haji Baasyir untuk diberi petunjuk. Haji Baasyir menyarankan Jampang untuk menemui Juragan Saud dan menyadarkannya.

Akhirnya Jampang pergi ke rumah Juragan Saud. Disana ia malah mengambil kerbau dan dan barang-barang berharga milik Juragan Saud lalu membagikannya kepada masyarakat kecil yang membutuhkan.
Juragan Saud yang kesal kepada Jampang yang ia fitnah, malah telah merampoknya. Ia meminta kepolisian agar mengerahkan pasukannya untuk menangkap beliau.
Polisi pun dikerahkan dimana-mana. Mereka berhasil menemukan Jampang. Beberapa dari mereka telah menembak Jampang hingga tewas.

Namun mithos yang telah beredar Jampang tidaklah tewas. Dengan kesaktiannya, Jampang mengelabui mereka dengan mengubah sebuah gedebong (batang pohon) pisang seolah-olah menjadi dirinya. Jadi yang bunuh mereka adalah sebuah gedebong pisang, bukan jampang sebenarnya.
Setelah keadaan aman Jampang menikahi Siti anak dari Pak Sudin, orang yang pernah ditolongnya dulu.

HUT IPSI yang ke-60

Dalam rangka memperingati hari ulang tahun ke-60, Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) akan menyelenggarakan Festival Pencak Silat yang akan berlangsung di Padepokan Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta. Kegiatan ini akan digelar tanggal 14 hingga 17 Mei mendatang, sementara HUT IPSI sendiri jatuh pada 18 Mei 2008.

Sekjen PB IPSI Erizal Chaniago, di Jakarta, mengatakan, Festival Pencak Silat tahun ini dipusatkan di Padepokan TMII. Event ini, menurut Erizal, menarik karena tradisi pencak silat dari seluruh Indonesia akan ditampilkan. Bagi yang belum pernah melihat tradisi dari Aceh, akan ditampilkan debus yang unik, kata Ical, panggilan akrab Erizal.

Debus biasa kita kenal berasal dari Banten, tapi Aceh juga memiliki tradisi yang sama. Namun, ada yang unik dalam peragaan nanti. Kita akan menyaksikan dalam festival nanti, selain dari Aceh juga dari daerah lainnya yang jarang kita lihat. Berbagai aliran perguruan akan muncul dalam festival yang akan berlangsung selama empat hari itu, tutur Erizal Chaniago.

Erizal mengatakan, selain Festival Pencak Silat, juga akan berlangsung Seminar Nasional Bela Diri Negara tanggal 18 Mei 2008 di tempat yang sama. Dalam seminar sehari itu akan hadir Panglima TNI Djoko Santoso sekaligus yang akan membukanya. Selain itu Gubernur Lemhanas Muladi, Menegpora Adhyaksa Dault, dan Ketua Umum KONI Pusat Rita Subowo.

Peran pencak silat sangat erat kaitannya dalam upaya mempertahankan negara. Karena itu, kali ini seminar mengambil tema 'Peran Aktif Pencak Silat dalam Bela Negara', ucap Erizal menambahkan.

Dalam memperingati HUT ke-60 IPSI, panpel juga menggelar Sarasehan Pencak Silat dan Pers tanggal 16 Mei 2008. Pada sarasehan itu akan dibahas pemahaman dan istilah-istilah pencak silat, sejarah pencak silat, dan peran pencak silat dalam perjuangan bangsa. Selain itu, juga peran pers terhadap kemajuan pencak silat di masa mendatang. (Syamsudin W)

Sumber : suarakarya-online.com & Silatindonesia


Senjata Tradisional Betawi

SENJATA TRADISIONAL BETAWI

Oleh : Gusman Natawidjaja

Senjata merupakan alat kepanjangan tangan manusia dalam pembelaan diri, dalam setiap perkembangannya sangat dipengaruhi oleh kebudayaan dan lingkungan alam. Oleh karenanya sering ditemukan kesamaan model senjata antara satu daerah dengan daerah lain yang letak geografisnya berdekatan. Tidak sedikit dari senjata-senjata itu berakar dari alat pertanian dan perkakas sehari-hari,

Proses asimilasi dan tranformasi kebudayaan pada suatu daerah, yang meski letak geografis saling berjauhan, memegang peranan yang cukup penting dalam perkembangan model senjata tradisional. Proses ini terjadi pada satu kebudayaan yang mempunyai karakter terbuka, seperti pada kebudayaan Melayu yang dalam perkembangannya banyak dipengaruhi oleh kebudayaan India (abad 1M) dan Cina (abad 16 M).

Bagi masyarakat Betawi yang menurut arkeologi Uka Tjandrasasmita sebagai penduduk natif Sunda Kelapa (Monografi Jakarta Raya dan Sekitarnya Dari Zaman Prasejarah Hingga Kerajaan Pajajaran (1977), memiliki senjata tradisional yang belum terpengaruh kebudayaan asing sejak zaman Neolithikum atau zaman Batu Baru (3000-3500 tahun yang lalu). Hal ini dapat ditemukan pada bukti arkeologis di daerah Jakarta dan sekitarnya dimana terdapat aliran-aliran sungai besar seperti Ciliwung, Cisadane, Kali Bekasi, Citarum pada tempat-tempat tertentu sudah didiami oleh masyarakat manusia.

Beberapa tempat yang diyakini itu berpenghuni manusia itu antara lain Cengkareng, Sunter, Cilincing, Kebon Sirih, Tanah Abang, Rawa Belong, Sukabumi, Kebon Nanas, Jatinegara, Cawang, Cililitan, Kramat Jati, Condet, Pasar Minggu, Pondok Gede, Tanjung Barat, Lenteng Agung, Kelapa Dua, Cipete, Pasar Jumat, Karang Tengah, Ciputat, Pondok Cabe, Cipayung, dan Serpong. Jadi menyebar hampir di seluruh wilayah Jakarta.

Dari alat-alat yang ditemukan di situs-situs itu, seperti kapak, beliung, pahat, pacul yang sudah diumpam halus dan memakai gagang dari kayu, disimpulkan bahwa masyarakat manusia itu sudah mengenal pertanian (mungkin semacam perladangan) dan peternakan. Bahkan juga mungkin telah mengenal struktur organisasi kemasyarakatan yang teratur.

Senjata Tradisional Betawi Genre Awal

  • Rotan

Rotan adalah jenis senjata tradisional Betawi yang digunakan pada permainan Seni Ketangasan Ujungan, termasuk kategori senjata alat pemukul. Disinyalir dari Seni Ujungan inilah awal beladiri berkembang. Pada masa awal terbentuknya Seni Ketangkasan Ujungan, rotan yang digunakan mencapai panjang 70-100cm. Pada ujung rotan disisipkan benda-benda tajam seperti paku atau pecahan logam, yang difungsikan untuk melukai lawan.

Pada perkembangannya rotan yang digunakan hanya berkisar 70-80cm, selanjutnya paku dan pecahan logam di ujung rotanpun tidak lagi digunakan untuk pertandingan yang sifatnya hiburan, rotan jenis ini dipakai hanya ketika berperang menghadapi musuh sesungguhnya. Tubuh lawan yang menjadi sasaranpun dibatasi hanya sebatas pinggang ke bawah, utamanya tulang kering dan mata kaki.

  • Punta

Punta adalah senjata tajam jenis tusuk, dengan panjang sekitar 15-20cm. Senjata ini lebih berfungsi sebagai senjata pusaka yang menjadi simbol strata sosial pada waktu itu, karena senjata tajam ini tidak pernah digunakan untuk bertarung. Di Jawa Barat mungkin dikenal sebagai Kujang, namun Kujang lebih variatif dari segi bentuk dan motif ciung.

  • Beliung Gigi Gledek

Beliung adalah sejenis kapak dengan mata menyilang kearah gagang pegangan, umumnya digunakan sebagai perkakas untuk membuat kayu. Beliung Gigi Gledek merupakan jenis kapak dengan mata kapak terbuat dari batu, merupakan teknik pembuatan senjata sisa peninggalan zaman batu baru di Betawi yang masih tersisa antara abad 1-3M. Beberapa tokoh yang diketahui pernah menggunakan ini sebagai senjata andalannya adalah Batara Katong (Wak Item) dan Salihun pemimpin kelompok Si Pitung. Beliung digunakan Salihun sebagai sarana dalam melakukan aksi perampokan maupun pelarian dengan memanjat pagar tembok.

  • Cunrik (Keris Kecil Tusuk Konde)

Cunrik merupakan senjata tradisional para perempuan Betawi, biasa digunakan oleh para resi perempuan yang tidak ingin menonjolkan kekerasan dalam pembelaan dirinya, terbuat dari besi kuningan dengan panjang kurang dari 10cm. Salah seorang resi perempuan yang terkenal menggunakan cunrik ini adalah Buyut Nyai Dawit, pengarang Kitab Sanghyang Shikshakanda Ng Karesiyan (1518). Dimakamkan di Pager Resi Cibinong.

Senjata Tradisional Betawi yang dipakai dalam Maenpukulan

  • Kerakel (Kerak Keling) / Blangkas

Kerakel (Kerak Keling) merupakan jenis senjata pemukul, merupakan perkembangan dari senjata rotan Ujungan. Orang Betawi Rawa Belong lebih mengenalnya dengan sebutan Blangkas.

Batang pemukul pipih memiliki panjang lebih pendek dari rotan (40-60cm), terbuat dari hasil sisa pembakaran baja hitam (kerak keling) yang dicor. Ujung gagang lancip yang difungsikan juga sebagai alat penusuk. Pada gagang dibuat lebih ringan dengan bahan terbuat dari timah. Agar tidak licin para jawara zaman dulu melapisinya dengan kain. Sekilas bentuk Kerakel mirip dengan Kikir, sejenis perkakas yang difungsikan sebagai pengerut besi.

Pada akhir abad 17 orang-orang peranakan cina di luar kota memodifikasi kerakel menjadi sebuah bilah dengan dua mata tajam, di sebut Ji-Sau (Ji, berarti dua-Sau, berarti bilah). Seiring dengan perkembangan waktu, lidah masyarakat Betawi memetaforkan kata ji-sau menjadi pi-sau, sekalipun pi-sau hanya bermata satu.

  • Golok

Golok merupakan jenis senjata tajam masyarakat Melayu yang paling umum ditemukan, walaupun dengan penamaan yang berlainan berdasarkan daerahnya. Sebagian besar masyarakat di pulau Jawa sepakat menamakan senjata tajam jenis “bacok” ini dengan golok.

Pada masyarakat Betawi keberadaan golok sangat dipengaruhi kebudayaan Jawa Barat yang melingkupinya. Perbedaan diantara keduanya dapat dilihat dari model bentuk dan penamaannya, sedangkan kualitas dari kedua daerah ini memiliki kesamaan mengingat kerucut dari sumber pande besi masyarakat Betawi mengacu pada tempat-tempat Jawa Barat, seperti Ciomas di Banten dan Cibatu di Sukabumi.

  • - Golok Gobang

Golok Gobang, adalah golok yang berbahan tembaga, dengan bentuk yang pendek. Panjang tidak lebih dari panjang lengan (sekitar 30cm) dan diameter 7cm. Bentuk Golok Gobang yang pada ujung (rata) dan perut melengkung ke arah punggung golok, murni digunakan sebagai senjata bacok. Di Jawa Barat model Golok Gobang ini dinamakan Golok Candung. Bentuk gagang pegangan umumnya tidak menggunakan motif ukiran hewan, hanya melengkung polos terbuat dari kayu rengas. Masyarakat Betawi tengah menyebutnya dengan istilah “Gagang Jantuk”.

Bilah golok gobang polos tanpa pamor atau wafak yang umum dipakai sebagai golok para jawara, dengan diameter 6cm yang tampak lebih lebar dari golok lainnya

  • - Golok Ujung Turun

Golok jenis ini adalah golok tanding dengan ujung yang lancip, panjang bilah sekitar 40cm, dengan diameter 5-6cm. Umumnya golok Ujung Turun ini menggunakan wafak pada bilah dan motif ukiran hewan pada gagangnya. Gagang dan warangka golok lebih sering menggunakan tanduk, hal ini dimaksudkan sebagai sarana mengurangi beban golok ketika bertarung. Di Jawa Barat golok jenis ini merupakan perpaduan antara jenis Salam Nunggal dan Mamancungan.

  • - Golok Betok & Badik Badik

Golok Betok adalah golok pendek yang difungsikan sebagai senjata pusaka yang menyertai Golok Jawara, begitupun Badik Badik yang berfungsi hanya sebagai pisau serut pengasah Golok Jawara. Kedua senjata tajam ini digunakan paling terakhir manakala sudah tidak ada senjata lagi di tangan.

Siku

Orang Betawi menyebutnya sebagai Siku, karena bentuknya yang terdiri dari dua batang besi baja yang saling menyiku atau menyilang. Ujung tajam menghadap ke lawan. Dalam setiap permainan siku selalu digunakan berpasangan. Dalam istilah lain senjata tajam jenis ini disebut Cabang atau Trisula.


Sumber berita: silatindonesia

SEMINAR PENCAK SILAT

SEMINAR PENCAK SILAT

(Menggali Nilai Filosofi dan Relevansi dalam Konteks Zaman)

Seni bela diri Pencak Silat dikenal sebagai salah satu hasil budaya asli Indonesia. Dipercaya bermula dari bangsa Melayu yang ada di pesisir Sumatra dan Semenanjung Malaya, Pencak Silat telah berkembang di nusantara sejak abad Ke-VII. Dalam kelanjutannya, Pencak silat dianggap pula sebagai salah satu identitas dari bangsa Indonesia. Tidak hanya menekankan pada teknik bela diri, melainkan pula makna filosofis dan berbagai aspek dalam masyarakat. Nilai moral spiritual, Seni gerak, bela diri, dan olahraga adalah aspek-aspek yang terkandung dalam pencak silat.

Jika dilihat sekilas, pencak silat dianggap sebagai olahraga yang berhubungan dengan fisik saja. Namun, jika kita melihatnya lebih dalam, akan terungkap nilai-nilai filosofis yang luhur. Tiap gerakan dalam pencak silat itu sendiri, tidak lepas kaitannya dengan nilai moral tata krama ketimuran danreligi. Inti dari ilmu dalam pencak silat adalah pertahanan dan penyerahan diri pada ilahi.

Dalam konteks modern, pencak silat dinilai banyak orang sebagai seni bela diri yang tidak populer untuk dipelajari. Sangat jauh dirasakan ketika dibandingkan dengan karate, taekwondo, dan wushu dalam bidang ketenaran. Kurangnya informasi mengenai pencak silat dan mind set orang Indonesia yang import oriented inilah menyebabkan pencak silat seakan tenggelam dalam negerinya sendiri. Oleh karena itu, Departemen Kajian Budaya Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia 2009, dengan tujuan memberikan ide, bukan informasi tanpa guna, menyelenggarakan Seminar Pencak Silat yang bertajuk “Menggali Nilai Filosofi dan Relevansi dalam Konteks Zaman”.

Hari dan TEMPAT

  • Hari/tanggal : Kamis, 28 Mei 2009
  • Jam : 10:00 — 16:00 WIB
  • Tempat : Auditorium gedung IX Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia kampus Depok

Pembicara
1. Purwoto Hadi Purnomo (Pendiri perguruan dan guru besar Merpati Putih).
2. Bagus Takwin (Aktivis, penulis, dan akademisi dari Fakultas Psikologi UI).
Moderator: I Yudhi Soenarto (Dosen Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI).

Acara berupa seminar, workshop, dan demo dari perguruan silat Merpati Putih dan Cingkrik.
Disediakan pula coffee break dan hiburan.

Seminar ini terbuka untuk seluruh mahasiswa sevitas akademia Universitas Indonesia dan masyarakat umum.

Datang dan maknai nilai luhur dalam warisan budaya bangsa Indonesia ini, karena bangsa yang berbudaya adalah bangsa yang menghargai tradisi lokalnya.


08 May 2009

Mari Majukan Persilatan

Pemerintah sejauh ini belum melihat cabang olahraga pencak silat sebagai bagian dari warisan budaya bangsa Indonesia. Akibatnya, pemerintah praktis tidak memberikan perhatian yang istimewa terhadap cabang seni bela diri asli rumpun Melayu yang lebih tersebar dan mengakar di wilayah Nusantara ini.

“Sejak berkembangnya olahraga seni bela dari pencak silat pada awal tahun 1970-an dan tumbuh subur di Asia Tenggara, bahkan merebak hingga ke penjuru dunia, pemerintah hanya melihat pencak silat sebagai bagian dari cabang olahraga yang sama dengan cabang-cabang lainnya, yakni cabang olahraga yang sekadar melatih otot dan keterampilan, yang pengembangan dan pembinaannya dilakukan di bawah naungan KONI,” tutur Wahdat Mardi Yuana, Kepala Subdit Seni Pertunjukan Direktorat Kesenian Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Sabtu (27/1) di Jakarta.

Pemerintah, tambah Wahdat, kalau mau sedikit mengubah pola pendekatannya terhadap pencak silat, dengan melihatnya sebagai bagian dari warisan budaya bangsa, akan mendapat manfaat yang luar biasa besar. Lagi pula, Indonesia tidak akan kalah langkah dari Pemerintah Malaysia yang telah menjadikan pencak silat ini sebagai olahraga nasionalnya.

Akhir minggu lalu Datuk Sri Utama Mohamad bin Haji Hasan, Presiden Persekutuan Silat Kebangsaan Malaysia atau Pesaka, menegaskan bahwa seni bela diri pencak silat sudah diakui sebagai olahraga negara Malaysia. Untuk itu, pencak silat sudah tertuang dalam Garis Besar Haluan Negara Malaysia.

Untuk pengembangan dan menuangkan pencak silat dalam bentuk kurikulum, Presiden Pesaka akan minta bantuan kepada Presiden Persekutuan Pencak Silat Antarabangsa (Persilat).

“Tentu dengan langkah memasukkan pencak silat sebagai olahraga negara Malaysia, secara tidak langsung membuat kita yang selama ini berkecimpung dalam pembinaan dan pengembangan pencak silat ke penjuru dunia iri,” tutur Gambiro, Presiden Setia Hati.

Untuk diketahui, kata Gambiro—purnawirawan TNI AL itu—Pesaka itu pendiriannya dimotori oleh Eddie Marzuki Nalapraya yang saat itu masih menjadi Ketua Pengurus Besar Ikatan Pencak Silat Indonesia (PB IPSI). “Saat itu Eddie tengah berusaha mendirikan Persilat,” ujar Gambiro.

Akan tetapi, sekarang, setelah pencak silat dikenal dan berkembang hingga ke penjuru dunia, tambah Sekretaris Pengda IPSI DKI Jakarta Mansur Soleh, malah Malaysia yang lebih dulu menjadikan seni bela diri pencak silat ini sebagai olahraga bangsa Malaysia. “Kalau pemerintah tanggap, seharusnya melakukan suatu langkah yang bermanfaat. Jangan seperti kasus Pulau Sipadan,” ujar Mansur.