BERBAKTILAH ENGKAU KEPADA SESAMA INSAN
" Berbaktilah Engkau Kepada Sesama Insan " Kunjungi Website kami di: www.silat-beksi.com

17 May 2010

Pelestarian Budaya Betawi

Memodifikasi Kreasi Seni Tari Silat Betawi agar Tetap Dicintai


DI era globalisasi sekarang ini tidak mungkin lagi bisa dibendung masuknya berbagai produk budaya luar negeri ke Indonesia. Apalagi di kota Jakarta, pintu gerbang pertama yang merasakan dampak "penjajahan budaya" tersebut. Kiat-kiat apakah yang seharusnya dilakukan untuk mempertahankan berbagai budaya asli karya leluhur kita agar tetap lestari? Salah satu karya yang dibanggakan masyarakat Jakarta hingga saat ini adalah seni silat Betawi.

Berbagai usaha melestarikan seni budaya Betawi agar digemari generasi muda di Ibu Kota terus dilakukan oleh Dinas Kebudayaan dan Permuseuman (Disbudmus) DKI Jakarta. Caranya, dengan menggali kembali khasanah budaya Nusantara tersebut, kemudian memodifikasinya hingga melahirkan kreasi baru.

Dan itu bisa dilakukan melalui eksperimentasi oleh para ahlinya. Ini dimaksudkan agar kesenian tersebut mudah diterima dan digemari generasi muda sehingga di masa mendatang tetap eksis. Salah satu seni budaya Betawi yang kini sudah tidak dikenal lagi, paling tidak jarang, adalah seni silat aliran Beksi. "Beksi artinya 'berbaktilah engkau kepada sesama insan'," kata Kepala Seksi Pengkajian dan Pengembangan Kesenian Disbudmus DKI Jakarta, Drs Suwarno, belum lama ini.

Tetapi versi lain mengatakan, Beksi berasal dari kata-kata China: bek berarti 'pertahanan', dan si berarti 'empat'. Maksudnya empat penjuru mata angin. Jadi rangkaian dua kata tersebut berarti silat pertahanan diri dari empat penjuru mata angin. Guna melestarikan silat Beksi itu, dan se-kaligus untuk menambah khasanah seni tari Betawi, maka Disbudmus melakukan eksperimentasi tari berbasis silat Betawi. Penggarapan ini sudah dilakukan sejak lebih dari sebulan lalu oleh para pakarnya, yaitu penata tari Djoko Histi Maryono SSn, Teguh HS, bersama pelatih dari perguruan silat Beksi

Purbakala, Madih Kumed, dengan jago pencak silat Beksi, Yusuf, yang juga pemain Lenong. Eksperimen dilakukan di Laboratorium Tari dan Karawitan Condet, Bale Kambang, Jakarta Timur, yang melibatkan puluhan penari putra dan putri dari mahasiswa Institut Kesenian Jakarta (IKJ) dan pemain Wayang Orang Bharata serta para pemain musik Betawi, dan berlangsung selama sekitar satu bulan. Dari sepuluh kali latihan, terlahirlah dua judul tari masing-masing Jurus Silat Betawi dan Tari Silat Beksi yang digelar di panggung Laboratorium Tari dan Karawitan Condet, Jakarta Timur, Senin (26/6) malam lalu, kemudian dikaji bersama-sama. Kepala Subdinas Pengkajian dan Pengembangan Disbudmus DKI Dra Tinia Budiati, tiga pengamat yakni Wiwiek Sipala, H Yoyok Muchtar, dan Dewi Hafianti, serta ratusan penonton, mengamatinya dengan seksama penampilan para penari. Tinia menilai, seni silat Betawi aliran Beksi ini cukup menarik gerakannya. Apalagi bila ditarikan dengan iringan musik Betawi.

Namun sayangnya pencak silat Beksi ini kurang dikenal masyarakat. Menurut Tinia, melalui tarian hasil eksperimentasi tersebut terlihat keunikan dan keindahannya walaupun belum optimal. Oleh karena itu, upaya pelestarian seni budaya ini tetap dilanjutkan dengan perbaikan. "Untuk disuguhkan dan dikembangkan kepada generasi penerus, masih perlu dikemas kembali," kata Tinia Budiati. Wiwiek Sipala, seorang koreografer senior, menilai, secara keseluruhan tari tersebut menarik karena bercerita dengan runtut.

Namun disayangkan, tari karya Teguh dan Djoko Histi Maryono itu 80 persennya masih merupakan gerakan pencak silat. Sedangkan tariannya hanya 20 persen. Penarinya juga terlihat berekspresi tegang. "Ini tarian, bukan menghadapi musuh," ujarnya mengingatkan. Karena itu penata tari ini mengharapkan agar unsur gerakan pencak silatnya dikurangi menjadi 30 persen saja sehingga gerakan tarinya diperbanyak menjadi 70 persen. Haji Yoyok mengingatkan, pencak silat Betawi tidak sama dengan pencak silat Sunda yang diiringi gendang pancak. Iringan pencak silat Betawi harusnya samprah dan kroncong. Sedangkan Dewi Hafianti, yang memiliki latar belakang seni silat Minangkabau, menilai para penari perempuan yang berkostum merah terlihat kurang rendah posisi kuda-kudanya. Seorang anggota Sanggar Setu Babakan Perkampungan Budaya Betawi, Kelurahan Srengseng Sawah, Jakarta Selatan, Asmaningsih, menyambut gembira tari kreasi baru tersebut. "Kami sangat senang adanya tari berbasis silat Betawi ini," katanya. Penata tari Djoko HM mengakui, untuk kostum sengaja lengan kurang longgar. Sebab, bila lengannya dibikin longgar, terkesan mereka bukan penari, melainkan pesilat. Tetapi bila lengannya disempitkan, gerak penarinya kurang leluasa. 
 
Sementara itu, tampaknya ada hubungan antara melestarikan budaya seni tari silat Betawi dan prestasi para pesilat seni (tunggal, ganda, regu) yang dibina Pengurus Daerah Ikatan Pencak Silat Indonesia (Pengda IPSI) DKI Jakarta. Pesilat Betawi memang selalu mendominasi medali emas di arena PON. Di ajang PON XVI, di Palembang 2004 lalu, pesilat DKI Jakarta merebut tiga medali emas dari pertandingan seni tunggal, ganda, regu (TGR). Artinya, generasi muda DKI Jakarta memiliki potensi besar untuk berprestasi di bidang seni silat Betawi dan seni pencak silat yang dibina IPSI. (Yon Parjiyono)

No comments: